Keberadaan Pasar Tradisional di Bengkulu masih sangat berperan dalam mengerakan ekonomi kerakyatan. Di tengah maraknya Minimarket dan Pasar Modern yang bermunculan, pada kenyataannya keberadaan pasar tradisional masih menjadi pilihan utama sebagian besar warga Bengkulu. Terbukti, semakin hari keberadaan pedagang dan pembeli di Pasar Tradisional semakin memenuhi badan jalan sehingga berdampak pada kemacetan dan kondisi pasar yang semrawut.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, penataan Pasar Tradisional menjadi salah satu kewenangan dan hal vital yang harus diperhatikan Pemerintah Daerah mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota (Pasal 2 ayat 1). Penataan ini harus dilakukan secara terstruktur dan berkesinambungan sehingga dapat diciptakan kondisi pasar yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan adanya ruang publik yang nyaman bagi penjual maupun pembeli (Pasal 2 ayat 2).
Ditengah perkembangan daerah seperti sekarang, maka kendala yang sering ditemui dalam hal penataan pasar yaitu lokasi yang tidak memadai. Bagaimana mungkin para pedagang akan tertata dengan rapi kalau lapak-lapak tidak disediakan, kalaupun ada harganya mahal dan mustahil bisa dijangkau oleh pedagang kecil. Belum lagi banyaknya pungli yang diluar pungutan resmi sehingga makin memberatkan pedagang kecil. Persoalan semakin rumit dengan banyaknya sampah limbah pasar yang berserakan dan menimbulkan aroma tak sedap di kawasan pasar tradisional.
Untuk itu, perlu dilakukan revitalisiasi secara menyeluruh dengan menyediakan anggaran yang memadai untuk pembangunan Pasar Tradisonal secara maksimal. Pembangunan ini juga hendaknya bisa mensubsidi kepemilikan lapak sehingga pedagang kecil sekalipun bisa berdagang di lapak-lapak murah namun tertata rapi. Untuk menciptakan keteraturan ini, Pasar tradisional dapat dibagi menjadi blok-blok sesuai dengan kelompok yang diperjualbelikan. Misalnya kelompok buah-buahan, sembako, kuliner (jajanan) dan kelompok daging/ikan. Di samping itu, Revitalisasi ini juga harus dilengkapi sistem pengelolaan limbah pasar yang modern dimana limbah pasar diolah kembali menjadi pupuk atau produk lain yang bermanfaat.
Kita bisa mencontoh pembangunan Pasar Sindu di Denpasar Provinsi Bali yang mengedepankan konsep ramah dan segar. Ramah artinya setiap orang baik penjual maupun pembeli dapat melakukan tawar menawar secara ramah. Sedangkan segar, artinya pasar menyediakan bahan pokok yang masih segar langsung dari sumbernya. Pada akhirnya, kesan kumuh bisa dihilangkan dan menjadikan Pasar Tradisional menjadi lokasi yang tertata rapi dan nyaman untuk dikunjungi. Bahkan selain untuk berbelanja, pasar tradisional juga bisa berkembang menjadi tujuan wisata karena berbagai macam jajanan khas daerah bisa ditemukan dengan mudah di sini dan terjamin kebersihannya. (Ahmad Medapri)
No comments:
Post a Comment