Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan perwujudan Pasal 18 ayat 4 Perubahan Kedua UUD 45 yang berbunyi "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis." Sebagai tindaklanjutnya dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pilkada yang Demokratis artinya semua pemilih dapat menggunakan hak suaranya tanpa ada tekanan dari pihak manapun, sehingga pemilih akan lebih bebas, rasional, obyektif dan logis dalam menggunakan hak pilihnya. Dengan demikian akan didapatkan figur seorang Kepala daerah dan wakilnya yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan ke depan dan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Selain itu Kepala daerah terpilih memiliki kedekatan dengan rakyat karena memang telah dipilih langsungoleh rakyat. Rakyat sebagai pemilih, secara tidak langsung turut bertanggungjawab dan harus menerima konsekuensi atas pilihannya tersebut.
Faktanya, selama ini Pilkada langsung masih jauh dari cita-cita demokrasi yang diinginkan. Pemimpin yang diharapkan berkualitas dan dekat dengan rakyat karena merupakan cerminan dari suara rakyat terbanyak, ternyata masih ‘jauh panggang dari api’. Yang kita lihat selama ini adalah Kepala Daerah yang tunduk kepada partai, mementingkan kepentingan sekelompok orang atau golongan, dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat. Akibatnya kesejahteraan rakyat masih bukan menjadi prioritas utama, kesejahteraan hanya dijual pada saat kampanye untuk mendapatkan simpati pemilih.